Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ujug-ujug Mak Jegagigs Membayar Kerinduan Akan Segala Pertemuan

Poster: Ipul

"Don't take/Anything/That will/Be you" Shut Me Down - Godflesh.

Siapa yang tidak rindu dengan skena musik dua tahun ke belakang setelah pandemi yang tak kunjung usai? Baik itu skena besar, menengah, maupun kecil. Berbagai cara ditempuh oleh pelaku skena dengan beraneka tawaran, ada virtual concert, private concert, bahkan ada juga yang harus tanya ke robot Megazord atau Batman. Tidak dapat dipungkiri, bila entitas kolektif maupun industri memeras pikiran dan tenaga untuk menjebol jeruji yang membelenggu. Oleh karenanya tawaran-tawaran itu dimunculkan sebagai bentuk ekspresi, juga tidak menutup kemungkinan merupakan bagian dari protes.

Sebagai bagian dari masyarakat yang secara finansial tidak aman seperti hari ini, melihat flyer Ujug-ujug Mak Jegagigs tentu menarik untuk didatangi. Mengutip judul buku Eka Kurniawan "Seperti Dendam Rindu Harus dibayar Tuntas", flyer tersebut mesti membayar tuntas kerinduan akan skena musik, khususnya di Soloraya, tepatnya Sukoharjo. Tapi, ada kendala guna mendapatkan informasi di mana acara itu dihelat. Ada satu hal menarik yang terselip di flyer, tanya robot Megazord, niscaya saya langsung menanyai di mana acara dihelat— acara sudah selesai, oleh robot Megazord sudah boleh diberitahukan jika acara dilangsungkan di parkir barat Univet Sukoharjo.

Boleh dibilang acara yang diinisiasi Bilik Terai, Leluasa, Darsa Kolektif, Sekber Institute, Keliling Kabupaten, Cah-cah, dan Psm— banyak amat, haha, mirip Synchronize Fest Jakarta versi micro tapi masih lebih mini dari micro. Haha. Konsep panggung yang sangat chaos mengingatkan cerita dan artikel-artikel di Amerika pada era-era Public Enemy, Minor Threat, H20, dll.

Wahana Warna Warni @ Mak Jegagigs.

Dilihat dari sisi genre, barisan pembakar panggung diisi dari berbagai macam latar belakang. Sabintani dengan gitar akustiknya, Sedang pop dilantunkan oleh PSM Band dan Revolusi Merah. Selain itu, ada juga Bilik Terai cabang musik, Volkscrnvl, Fabio memanaskan moshpit dengan dentingan melodi rocknya. Perwakilan punk disuarakan oleh Wahana Warna Warni dengan durasi lagu tak lebih 20 detik macam Dead Kennedys, Black Flag, NOFX. Musik etnik kontemporer turut menenangkan kondisi moshpit yang sebelumnya cukup panas serta membakar stamina yang cukup banyak, yup Yusuf And Beny dengan alat musik khas Borneonya, Sape. Ditutup oleh orkes melayu cabang perlawanan, sebab mereka kerap kali meneriakan ketidakterimaan atas idamannya idamanku yang belakangan cukup galak dan sangat menakutkan di jalanan, selain itu juga berbagai macam isu mereka kemas secara satire dan jenaka dalam lirik-lirik yang dibawakan, mereka memerkenalkan diri sebagai serikat masyarakat menganggur, menyebut mereka sebagai The Morleth. Acara sore itu ditutup sebelum adzan maghrib berkumandang— pun kalau dilanjutkan mungkin idamannya idamanku juga akan datang, sebab kalau kalian tahu Univet tepatnya di depan Kantor Bupati Sukoharjo.

📷 Hanry C

Acara ini juga mendobrak pengotakan musik yang masih menjadi isu santer di kalangan komunitas musik Soloraya. Tidak memandang latar belakang genre musik, pemikiran, maupun darimana berasal ternyata bisa menjadi bagian yang sama ketika di atas panggung. Ketika microphone bisa dibagi ke penonton untuk sing a long, stage diving pada lantunan pop, setidaknya ini bisa menjadi simbol, pun, akan terkenang sebagai memori di setiap individu yang hadir.

Ujug-ujug Mak Jegagigs memang membayar kerinduan akan segala pertemuan, juga menjadi tempat semakin masifnya koneksi antar kawan maupun komunitas di Soloraya khususnya. Barangkali di lain tempat nanti sesama kolektif di daerah lain maupun kawan-kawan tetap membayar kerinduan diri sendiri ataupun komunitas mengenai skena musik. Tidak menutup kemungkinan acara yang penuh resiko ini turut memunculkan simpul-simpul kecil di daerah lain.

Sebagai manusia tentu boleh bebayang— apalagi sebagai masyarakat yang finansialnya tidak aman seperti hari ini. Apabila pandemi ini sudah selesai membelenggu, sepertinya euforia ini perlu dilanjutkan. Kalau tidak dilanjutkan juga tidak apa-apa, sih. Barangkali tidak salah juga musik kasidah juga bisa menjadi bagian dari panggung— suatu saat. Haha.


Ditulis oleh Rudi Agus Hartanto. Bisa dijumpai lewat instagram.


Foto-foto dokumentasi Mak Jegagigs bisa teman-teman akses di database photo.





7 komentar untuk "Ujug-ujug Mak Jegagigs Membayar Kerinduan Akan Segala Pertemuan"

Kosong 22 Oktober, 2021 10:22 Hapus Komentar
Penulis e genah kondyang nek iki min !
Kosong 22 Oktober, 2021 10:22 Hapus Komentar
JOS !
Leluasa 22 Oktober, 2021 11:12 Hapus Komentar
Kosong, genah mas. Ngungkuli Kondang Mobile.
Unknown 22 Oktober, 2021 11:19 Hapus Komentar
Sssiippp 👍👍👍
Unknown 22 Oktober, 2021 11:23 Hapus Komentar
Sanggar tenan.
Sendil Jepit 22 Oktober, 2021 13:45 Hapus Komentar
Ninggal Jejak, Min.
Rafael 22 Oktober, 2021 15:02 Hapus Komentar
Nulise ro nangis mesti