Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mendengarkan Cantigi Menyulap Kabar Buruk menjadi Kabar Baik


Mendengarkan Cantigi Menyulap Kabar Buruk menjadi Kabar Baik: Review Lagu “Kasunyatan” karya Cantigi

Dalam dunia kuliner, seorang juru masak harus menyiapkan bahan yang berkualitas untuk hidangan yang berkualitas pula. Tapi dunia seni tidak selalu demikian. Seringkali kita mendapat cerita bahwa keterbatasan, air mata, dan kebangsatan hidup justru dinilai merupakan bahan bagus untuk merancang karya seni. Taruhlah Chairil Anwar yang karyanya begitu kanon sedangkan dia menghabiskan hari-hari paling sampah hingga mati muda. Contoh lain adalah Frida Kahlo, seorang pelukis feminis dari Mexico yang berkali-kali dihantam nasib buruk, tapi pada akhirnya karyanya masih hangat diperbincangkan hingga berpuluh-puluh tahun pascakematiannya. Begitulah karya seni, menyulap bahan yang tidak enak menjadi hidangan yang enak. Setidaknya, begitu pula yang tercermin dalam lagu “Kasunyatan” karya Cantigi. 

Lagu “Kasunyatan” diluncurkan oleh Cantigi pada tanggal 24 November 2023 pada pukul 00.00. Saya mendapati kabar tersebut kira-kira pukul 01.30 ketika saya gagal tidur dan memilih berbincang dengan seorang kawan. Kawan saya memberi kabar bahwa Cantigi baru saja merilis lagunya. Saya lantas meminjam earphone kawan tersebut untuk mendengarkan “Kasunyatan”. Lagu personal dan emosional ini sangat sayang jika tidak didengarkan dengan tumakninah.

Lagu ini menceritakan kabar buruk terkait seseorang yang dulunya kita kira akan selalu membawa kabar baik. Benar, lagu ini begitu kental dengan nuansa ditinggalkan. Seolah-olah lagu ini adalah sangkakala bagi hidup yang sebelumnya sekuat tenaga dibuat baik-baik saja. Sebermula detik-detik pertama saya disambut suara biola yang mengguncang iman sel-sel melankolis. Peristiwa-peristiwa yang dulu saya kubur tiba-tiba dibangkitkan, perasaan-perasaan yang dulu mampus tiba-tiba menuntut penghakiman. Tumakninahnya saya mendengarkan lagu tersebut justru mengantarkan saya pada ketidaktumakninahan pikiran.

Secara realitas, kisah-kisah horor semacam ditinggalkan tentu sangat tidak sedap jika kita alami semasa hidup. Tapi beruntungnya Cantigi dapat mengelaborasikan keburukan menjadi kebaikan. Kebaikan dan keburukan—dualitas tersebut seolah-olah menegaskan bahwa sejatinya begitulah kasunyatan hidup: selalu ada pahit-manis, tumbuh-hancur, pencapaian-kesia-siaan.

Kembali lagi soal kebaikan yang diusung Cantigi. Cantigi juga menaruh cita rasa mereka dalam lagu “Kasunyatan” ini. Saya pernah mencuri dengar bahwa setiap praktisi seni memang harus memiliki cita rasa, setidaknya itu yang yang saya simpan dari Idham Ardi Nurcahyo. Cita rasa yang saya tangkap dari Cantigi di antaranya berupa porsi metafora yang pas, penggambaran diksi natur yang masif khas mereka, dan lembutnya tatanan lirik. 

Secara musikal, selain gitar kesetiaan, Cantigi juga menambahkan unsur-unsur instrumen lain dan warna suara perempuan di dalam lagu “Kasunyatan”. Cantigi menambahkan pula suara ambiance pada beberapa bagian. Terdapat suara gema, suara dedauanan, dan beberapa suara lain. Penggunaan bebunyian yang pada tempatnya membuat imajinasi saya terpantik tentang peristiwa, percakapan, waktu, dan tempat yang dulu saya habiskan dengan seseorang—seseorang yang pernah saya buat kecewa sekaligus yang membuat saya kecewa.

Lagu “Kasunyatan” menambah daftar putar tentang hari-hari paling keparat saya. Saya bersikeras menerka, bagaimana latar belakang Cantigi dalam memasak karya ini. Tentunya mereka pernah mengalami kabar paling bangsat yang tak pernah mereka ingin dengar. Kabar tersebut menciptakan api perang yang tertahan-tahan dalam dada mereka. Tapi beruntungnya peperangan dengan kasunyatan tersebut dapat berujung berdamai. Setelah perang dengan kabar tersebut, mereka akhirnya dapat kembali membangun peradaban, kembali menata cita-cita, dan kembali berkarya.

Cantigi menunjukkan bahwa seburuk-buruknya sebuah kabar dapat disikapi menjadi kabar baik. Kabar baik tersebut mereka bagikan kepada pendengarnya. Saya pernah mendapati nasihat—yang lupa dari siapa—bahwa berbagi adalah nikmat paling purna sekaligus paling purba. Kabar baik lagi, Cantigi kini tengah meramu beberapa lagu untuk segera dihidangkan. Selamat tinggal kabar buruk, selamat datang kabar-kabar baik dari Cantigi. Selamat datang kabar baik untuk kita semua.

Teks: Erhan Al Farizi
Gambar: Dok. Cantigi




Posting Komentar untuk "Mendengarkan Cantigi Menyulap Kabar Buruk menjadi Kabar Baik"