Pertemuan Perjalanan dan Perspektif

Gambar: Diolah oleh A.


Leluasa: Desember 2024

Tulisan-tulisan yang rilis bulan Desember 2024 di blog Leluasa, mengajak kita berjalan menyusuri ruangan sepi sekaligus hening. Seperti suara jangkrik di malam hari yang terdengar jelas. Kita diajak untuk berefleksi melalui tulisan yang terasa penuh luapan emosi, dan jika kita membayangkan, ketika dalam membacanya di sebuah percakapan maka isinya orang berkerut kening dan penuh tatapan tajam. Percakapan yang tak bisa ditawar alias mutlak.

Namun, tulisan memiliki cara kerjanya sendiri. Ia (baca: tulisan) tak memiliki mimik wajah, atau dapat beradu fisik di atas ring. Karena itu, orang-orang yang memelajari teks menyebutnya sebagai produk yang interpretatif. Terutama saat tulisan bertemu dengan pembacanya. Di situlah mengapa, teks telah mengambil peran yang panjang dalam mencatat peradaban kita. Masa-masa yang pernah atau akan terlewat pun terbayang.

Pergeseran pengertian tentang peradaban pun terus berubah. Baik dari sisi sosial, budaya, ekonomi, politik, dan bidang lainnya. Dalam pusaran itu, tulisan mengambil peranan besar. Meski di era kiwari produk audiovisual cenderung lebih masif dalam menawarkan perspektif, tulisan rasanya tidak akan mati. Kondisi demikian bukan menyoal menang atau kalah. Dengan keberagaman variasi perspektif—bentuk, tulisan tak bisa ditanggalkan.

Keresahan Munanda Okki dalam dua esai yang berjudul Paradoks Simbolisme Konstruksi Gender dalam Upaya Kritik BudayaPatriarki (17/12) dan MMT War: Kritik, Satire, dan Harapan (26/12) menarik seni sebagai titik tolak realitas menuju pewacanaan—ke mana dan bagaimana seturut keberadaan tanda tanya. Okki mencoba mendedah pengalamannya berkunjung ke peristiwa seni  dari sudut pandang teoretis-filosofisnya.

Melalui dua esai yang ia tulis, Okki sepertinya sedang gandrung dengan pemikiran tokoh yang ia temui. Kutipan Derrida dan Rendra muncul dalam masing-masing esainya. Ia menukil dengan sangat tebal. Bayangan teks itu ketika dibacakan dengan megaphone, sepertinya cukup cocok. Di tengah terik matahari dan keringat bercucuran, hanya warna hitam dan putih, teks yang lugas itu seolah satu-satunya tawaran yang mesti ditanda tangani.

Percakapan mesti berlanjut. Konon, malam hari adalah waktu yang tepat untuk melakukannya. Entah hal itu negosiasi, bersenda gurau, atau mencurahkan perasaan-perasaan yang terpendam. Kisah atas tangkapan-tangkapan yang menjalar karena suatu hal merupakan sebuah kabar. Dan, kabar paling utama, Desember 2024 hujan tidak sederas musim hujan tahun-tahun sebelumnya. Beryl Krisna membuka Desember di Leluasa dengan mengatakan bahwa menunggu bukanlah hal yang sia-sia lewat Review Askarweda – Sampaikan (2/12).

Bahkan, ulasan Beryl masih relevan dijadikan penguat kala 2024 berakhir: “aku gapapa kok, walaupun aku harus tetap bersabar menunggu”. Pengalaman Beryl sungguh mencerminkan penantian yang tak berujung. Kita berhak membawa pemahaman apabila pengalaman mendengar merupakan pelajaran bahasa tingkat pertama. Beryl melibatkan perasaan di sana. Bahwa bahasa—lirik lagu—mengambil peranan penting dalam teks yang ditulis Beryl. Ampun.

Beryl mengajak kita untuk tak bermain dengan bahasa lagi. Dengan Review The Noize Crackers-Dunia Fantasi (15/12), ia mengajak kita menelusur lagu dengan ingatan-ingatan. Beryl coba mengejawantahkan memorinya sebagai pijakan ulasannya. Ia membawa band-band yang sebelumnya pernah ia dengar untuk mengomentari Dunia Fantasi. Tentu, barangkali ingatan Beryl dapat menjadi pemantik atas respons-respons lain.

Walau Beryl di ulasan yang kedua sudah enggan bermain bahasa, Irham Dwi Saputra, dengan kesendiriannya, tetap mengajak kita agar makin tahu di mana pengaruh bahasa. Sebuah Refleksi yang Mendalamtentang Kasih Sayang dan Pengorbanan Orang Tua kepada Anak Perempuannya (4/12), ditulis Irham sebagai judul saat mengulas Nina milik Feast.

Irham melawati Nina sembari menatapnya dari jauh. Ia menguliti peristiwa bahasa—lirik lagu, dengan membawanya ke luar dari dirinya. Kisah tentang ayah yang menyayangi anaknya ingin dibicarakan oleh Ilham. Meski, dalam ulasannya kurang terasa intim pesan tersebut. Mungkin keintiman teks sebagai respons terhadap lagu, dapat ia ejawantahkan dengan bagaimana gambaran seorang ayah menyayangi anaknya. Misalnya, serumit pikiran seorang ayah ketika bingung membelikan permen Yupi kepada anaknya di tengah dompetnya yang kosong.

Seraya itu, di luar dompet, barangkali ketika kita sedang kosong atau sepi, di situ kita sadar bahwa kitalah penyelamat diri sendiri. Begitulah setidaknya yang dikatakan Pikri Hafizah A. lewat Senja Dalam Prosa: Menenggak Luka, Menghapus Nanar (8/12). Secara kronologis, Pikri menjelaskan terlebih dahulu perjalanan Senja Dalam Prosa sebelum menerakan tangkapannya atas album baru mereka.

Dengan interpretasi atas keberadaan bahasa, Pikri mendedah panjang lebar album NIR. Argumen Pikri mendalam, melihat bahasa sebagai subjek ulasannya dengan melibatkan konteks dan koteks. Kedudukan keduanya menjadi pisau bedah yang tajam. Pikri membawa wacana album SDP ke dalam pembicaraan intim. Barangkali, ulasan Pikri mengajak kita seolah sedang berkendara, dengan berbagai ke-tak-selesai-an hidup yang berkelindan di pikiran kita.

Di tengah kecamuk pikiran tentang hidup yang rasanya tak mungkin rampung, Soklin Surya malah mengajak kita berjalan-jalan Menyambut Sajama Cut di Kota Solo bersama Car Crash Coma dan Barmy Blokes (6/12). Soklin cukup jenius dengan mengimbau kita agar menanggalkan sejenak menanggalkan masalah-masalah itu. Dan, Soklin menawarkan solusi yang bukan berbentuk kebijakan—yang biasanya menyebalkan kita semua itu. Ia dengan sadar mengiming-imingi kita yang kerap dirundung resah, dengan menceritakan kebahagiaannya.

Lawatan Soklin ke pertunjukan musik rasanya merupakan kenangan. Ia detail menggambarkan peristiwa itu dengan modus without rules, we can live. Membaca teks Soklin berarti kita diajak mengamini modus yang ia gunakan. Ini benar-benar mengikat. Terang benderang kebahagiaan itu, yang pada kenyataanya kita sadar bahwa cara kerja bahagia terkadang part time belaka.

Desember 2024, Leluasa telah mengajak kita bertautan dengan sesuatu. Saat di mana tulisan berupaya menawarkan sudut pandangnya yang interpretatif-subjektif. Sentuhan suatu hal terhadap hal lain sebagai respons. Sentuhan itu mengacu pada pengalaman-pengalaman elementer kita dengan apa yang ada di sekitar kita. Yang dekat, yang hidup, dan yang sering tertanggalkan.


Teks: Rudi Agus Hartanto






2 komentar untuk "Pertemuan Perjalanan dan Perspektif"

Anonim 11 Januari, 2025 20:17 Hapus Komentar
Dalam hidup perlunya hanyalah melakukan mempelajari teoritis itu perlu tapi semua itu hanyalah makanan dalam bungkus yang kosong bila dilaksanakan. Dengan ini aku berpendapat atau mempublikasikan lewat komentar ini bahwa hidupku saat ini penuh kemisteriusan dikelilingi teman-teman aku sangat bersyukur banyak hal random ungkapan mistis dan teka-teki hidup di celah-celah harapan yang sempit aku mencoba bertahan. Untuk kalian yang berjuang memulai keluarga barumu lekas eksekusi apa yang ada disekitarmu! Kurangi belajar dari kata-kata teoritis karena menurutku itu hanya menghabiskan waktu. Mengalirlah di duniamu sendiri besuk kita masih bekerja dan melanjutkan hidup, keluargamu menunggu dirumah menanti pelukanmu! Selamat berjuang kawan-kawan bagikan kebahagian kepada sekelilingmu aku yakin dia akan datang menjemputmu untuk melanjutkan hidupmu.
Leluasa 13 Januari, 2025 11:49 Hapus Komentar
Siapa pun kamu yang menulis komentar di sini, terima kasih banyak sudah merespon. Semoga selalu dalam keadaan baik dan dipenuhi kebahagiaan.