Ketika Cinta Menjadi Tanggung
![]() |
Gambar diolah oleh A. |
Nama saya Krisnandi Hanggara Putra. Saya lahir di Belitung, sebuah kepulauan kecil yang terhimpit oleh dua pulau besar, Kalimantan dan Sumatra. Pulau ini memang indah, tetapi di balik keindahannya tersembunyi berbagai ketimpangan sosial, terutama di kalangan remajanya.
Banyak sekali pernikahan dini yang berujung pada perceraian di usia yang masih sangat muda. Biarkan saya berbagi kisah yang mungkin bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. Jangan buta mata dan buta hati, karena semua yang akan saya ceritakan adalah kenyataan yang terjadi di sekitar kita.
Pada tahun 2024 yang lalu, saya bertemu dengan seorang remaja berusia 18 tahun yang bekerja sebagai juru masak di sebuah warung makan kekinian. Gajinya tak seberapa, tetapi ia berusaha keras untuk bertahan hidup. Setelah satu bulan mengenalnya, saya mendengar banyak cerita yang membuat merasa malu dan miris.
Gadis itu berbagi kisah tentang latar belakang keluarganya. Orang tuanya telah bercerai, dan ia tinggal di rumah kontrakan kecil bersama dua adiknya yang masih SD dan SMP. Ayahnya bekerja serabutan, sementara ibunya telah menikah lagi dan memiliki dua anak dari pernikahan barunya. Ibunya tinggal di desa, meninggalkan ketiga anaknya dari pernikahan pertama.
Perceraian orang tuanya terjadi karena ibunya pernah menikah muda dan merasa masa mudanya belum selesai. Akibatnya, ia berselingkuh dan berutang di mana-mana tanpa sepengetahuan suaminya. Suatu hari, beberapa orang datang ke rumah mereka untuk menagih utang ibunya. Ayah gadis itu terkejut dan marah setelah mengetahui kenyataan ini. Pertengkaran hebat pun tak terhindarkan, hingga akhirnya mereka bercerai.
Rumah yang mereka tinggali terpaksa dijual untuk melunasi utang ibunya. Sejak saat itu, ayahnya berubah. Ia lebih sering menghabiskan malam dengan berjudi dan mabuk-mabukan bersama teman-temannya. Gadis itu pun menjadi korban kemarahan sang ayah, menerima perlakuan kasar yang meninggalkan trauma mendalam.
Di sekolah, ia tidak bisa tumbuh dengan sehat secara mental. Ia sudah cukup menderita akibat perceraian orang tuanya, tetapi hidup terus mengujinya. Ia mengalami kekerasan dan pelecehan seksual dalam hubungan asmaranya. Saat mendengar kisahnya, saya menangis dalam hati. Betapa berat kehidupan yang harus ia jalani di usia yang masih begitu muda.
Saya sebenarnya tidak terlalu kaget dengan kondisi ini. Belitung memang tertinggal dalam banyak hal, baik dari segi sumber daya manusia (SDM) maupun pembangunan. Jika dibandingkan dengan kota seperti Yogyakarta, Bandung, atau Jakarta, Belitung seperti tertinggal 15 tahun ke belakang. Seorang kawanku dari Bangka bahkan pernah mengatakan bahwa pulau ini masih terlalu "remaja" dan belum jelas arahnya.
Kini, gadis itu tengah menghadapi masalah baru: ia hamil di luar nikah. Ayah dari anak yang dikandungnya adalah seorang tentara yang telah lama mencintainya. Namun, hubungan mereka justru berakhir dengan kehancuran. Cita-cita gadis itu musnah seketika. Sebelum hamil, ia pernah bercerita ingin berkuliah di Yogyakarta untuk belajar membuat kue. Ia juga bermimpi menikah di usia 25 tahun.
Saat mendengar semua itu, air mata saya menetes. Saya merasa marah dan tak tega melihat gadis sekecil itu harus menghadapi begitu banyak penderitaan. Bagaimana bisa tentara itu tega? Tidakkah ia sadar bahwa gadis ini memiliki adik-adik yang masih kecil dan bergantung padanya?
Kisah ini adalah potret nyata dari lingkaran setan yang membelenggu masyarakat kelas bawah. Setiap hari, SDM kita bukannya berkembang, melainkan semakin terperosok dalam kebodohan dan keterpurukan. Saya pikir, ini adalah kesalahan negara yang tidak hadir untuk mengatur sistem dengan baik.
Bagaimana mungkin Indonesia Emas yang diimpikan oleh para penguasa bisa terwujud jika kenyataannya kemunduran terjadi di depan mata? Yang kaya akan semakin kaya, tidur nyenyak di kasur empuk mereka, sementara rakyat kecil semakin bodoh dan sengsara.
Aku melihat gambaran seperti peternakan luas yang gersang, dengan rumput yang kering. Hewan-hewan ternak tampak kurus dan tak terurus, mengembik meminta makan kepada tuannya. Sungguh sebuah tragedi.
Pernikahan muda, khususnya di zaman sekarang, dapat membawa berbagai dampak negatif. Berikut adalah beberapa di antaranya:
- Kesehatan Mental: Remaja yang menikah muda sering kali mengalami tekanan emosional karena tanggung jawab yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, atau depresi.
- Kesehatan Fisik: Pernikahan muda sering kali diikuti dengan kehamilan dini. Ini dapat meningkatkan risiko komplikasi kesehatan bagi ibu dan bayi, seperti anemia, preeklampsia, atau kelahiran prematur.
- Ekonomi: Pasangan muda sering kali belum stabil secara finansial. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan ekonomi, utang, dan masalah keuangan lainnya yang berpengaruh pada kualitas hidup.
- Hubungan yang Tidak Stabil: Kematangan emosional dan pengalaman hidup yang kurang dapat menyebabkan hubungan yang rentan dan berpotensi berakhir dalam perceraian atau konflik.
- Sosial: Menikah muda dapat menyebabkan pengucilan dari teman sebaya yang masih menikmati masa remaja mereka. Ini dapat mengisolasi individu dan mempengaruhi hubungan sosial.
- Peran Gender: Pernikahan muda sering kali memperkuat peran gender tradisional, di mana perempuan mungkin lebih terjebak dalam tugas domestik dan kehilangan kesempatan untuk berkarier.
- Kedewasaan Dini: Dalam beberapa kasus, pernikahan muda dapat memaksa remaja untuk mengambil tanggung jawab dewasa lebih cepat dari seharusnya, yang dapat memengaruhi perkembangan pribadi dan identitas mereka.
Menghadapi fenomena ini, penting sekali untuk kita meningkatkan pendidikan tentang konsekuensi pernikahan muda dan menawarkan dukungan bagi remaja untuk membuat keputusan yang lebih baik terkait dengan hubungan dan masa depan mereka.
Lalu untuk negara apa saja kerugian yang nantinya mereka dapatkan?
Pernikahan muda tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga memiliki konsekunsi yang signifikan bagi negara. Berikut beberapa kerugian yang dapat dialami oleh negara akibat tingginya angka pernikahan muda:
- Tingkat Kesehatan Masyarakat yang Menurun: Tingginya jumlah kehamilan pada usia muda dapat menyebabkan peningkatan risiko kesehatan untuk ibu dan anak. Ini bisa meningkatkan beban pada sistem kesehatan publik dan menambah biaya perawatan kesehatan.
- Produktivitas Ekonomi yang Terhambat: Pernikahan muda sering kali mengakibatkan individu, terutama perempuan, meninggalkan pendidikan dan pekerjaan. Hal ini dapat menurunkan produktivitas dan partisipasi tenaga kerja, yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
- Peningkatan Angka Kemiskinan: Keluarga yang dibentuk oleh pasangan muda sering kali berada dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil. Hal ini dapat meningkatkan angka kemiskinan di masyarakat, membuat negara menghadapi tantangan sosial dan ekonomi yang lebih besar.
- Tingginya Angka Perceraian: Pernikahan yang dilakukan di usia muda cenderung memiliki tingkat perceraian yang lebih tinggi. Ini menambah masalah sosial dan mengharuskan negara untuk mengeluarkan sumber daya lebih untuk masalah hukum dan dukungan sosial bagi keluarga yang terpisah.
- Pendidikan yang Terkendala: Dengan banyak remaja yang menikah dan meninggalkan pendidikan, negara kehilangan potensi generasi yang berpendidikan. Ini dapat mengakibatkan kurangnya tenaga kerja yang terampil di masa depan dan berpengaruh negatif terhadap daya saing negara.
- Peningkatan Permasalahan Sosial: Dampak dari pernikahan dini dapat menciptakan sejumlah masalah sosial, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan, dan ketidakadilan terhadap anak, yang berpotensi mengganggu stabilitas sosial.
- Kendala Pembangunan Berkelanjutan: Tujuan pembangunan berkelanjutan, terutama yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, dan kesetaraan gender, dapat terancam jika pernikahan muda tidak ditangani dengan baik.
Oleh karena itu, penting bagi negara untuk merumuskan kebijakan yang tepat dan program pendidikan untuk mencegah pernikahan dini. Kawan-kawan, inilah salah satu keresahan selama saya pulang kembali ke kampung halaman, namun begitu banyak ketimpangan yang rupanya masih terjadi di era digital ini, yang seharusnya sosial media bisa menyadarkan malah menjerumuskan adik-adik kita ke lembah kemiskinan dan pembodohan, kita harus sepakat menolak pola ini karena Indonesia pun sekarang sedang dalam jurang krisis intelektual.
Teks: Krisnandi Hanggara Putra, artworker asal Kepulauan Bangka Belitung.
Posting Komentar untuk "Ketika Cinta Menjadi Tanggung"
Posting Komentar